JALURINFO.COM, MAKASSAR – Tim Hukum pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto dan Azhar Arsyad (DiA) mencurigai adanya unsur politis dari terbitnya Surat Edaran (SE) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Sulsel terkait mobilisasi siswa untuk perekaman KTP.

Diketahui, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Sulsel menyurat ke Kepala Sekolah Negeri dan Swasta Kota Makassar untuk hadirkan siswa melakukan perekaman e-KTP dalam rangka Pilkada sebagai pemilih pemula.

Perwakilan Tim Hukum Danny-Azhar, Adnan Buyung Azis (ABA) mengatakan bahwa sebagai warga negara, pihaknya sangat menghargai surat tersebut. Hanya saja, lanjut dia, terdapat tiga hal di dalam surat itu yang patut dipertanyakan karena diduga mengandung unsur politis.

“Pertama, SE bukan jauh-jauh hari dibuat dan disampaikan kepada siswa. Kedua, substansi dari SE yang mengarahkan siswa di acara CFD di tanggal 13, 20 dan 27 Oktober 2024. Ketiga, efektivitas menggunakan narahubung dalam pelaksanaan pemberian informasi soal pelaksanaan perekaman,” ucap Adan, Jumat (11/10/2024).

Dia mengaku kesal dengan siasat yang dilakukan pihak tertentu untuk memobilisasi siswa di tengah masa kampanye dan menjelang pencoblosan Pilkada Serentak.

“Selaku Tim Hukum kami sangat menyesalkan karena surat edaran tersebut dikeluarkan kurang lebih 1 bulan sebelum pelaksanaan pencoblosan yakni tanggal 27 Nopember 2024. Hal ini tentunya akan menimbulkan persepsi sangat politis dan muncul kecurigaan bagi masyarakat,” ujarnya.

Berdasarkan pengalamannya, urusan KTP ini seringkali menjadi masalah krusial dalam setiap tahapan Pemilu dan Pilkada. Bahkan tak jarang jadi sengketa di persidangan.

“Sebagai catatan saja bahwa ihwal KTP ini sering jadi masalah dalam sengketa di Mahkamah konstitusi untuk mengarahkan orang untuk memilih pilihan tertentu,” jelasnya.

Menurutnya, perekaman KTP termasuk untuk kalangan pemula sudah ada ketentuannya tersendiri.

Di Makassar sebenarnya cukup hanya dengan membuka link yang sudah disediakan Disdukcapil kemudian penuhi persyaratan pemberkasan lalu datangi kantornya.

“Masalah kedua, seharusnya Kadis Dukcapil Sulsel cukup mengarahkan para siswa untuk membuka link Dinas Kependudukan Kota Makassar, misalnya untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dibawa atau bagaimana siswa dapat mendatangi Kantor Kecamatan masing-masing dimana siswa berdomisili atupun dapat pula mendatangi Kantor Dukcapil Kota Makassar,” ungkapnya.

Berbeda dengan surat Disdukcapil Sulsel di tengah Pilkada. Ia mengungkapkan, dalam surat tersebut justru ada arahan memobilisasi siswa untuk mendatangi tempat tertentu.

“Di dalam SE siswa justru diarahkan untuk datang ke CFD setiap hari Minggu dan ini tentunya akan terjadi mobilisasi siswa di acara CFD tersebut,” bebernya.

Disamping itu, pengacara senior ini menyoroti narahubung yang tertera dalam surat Disdukcapil Sulsel tersebut.

Menurutnya, ini merupakan siasat untuk memastikan nama-nama pemilih pemula dapat terdata yang dilakukan secara tidak transparan menimbulkan kecurigaan publik.

“Dan satu lagi dalam SE tercantum nama seseorang yang merupakan pegawai Dukcapil Provinsi Sulsel yang harus dihubungi. SE menjadi tidak efektif akibat lainnya adalah perekaman e-KTP yang dapat di lakukan kapan pun akhirnya menjadi rigid dan terkesan dipaksakan,” ungkapnya.

“Setahu saya untuk dilakukan perekaman KTP-el menjadi KTP fisik cukup membutuhkan waktu tertentu sehingga disitulah letak masalahnya sehingga sangat patut dicurigai,” pungkasnya. (*)