JALURINFO.COM,- Dalam hidup, kita sering kali merasa terjebak di antara apa yang kita ketahui dan apa yang kita rasakan. Pengetahuan kita, yang didapat dari pengalaman dan pendidikan, seolah-olah menawarkan solusi rasional untuk setiap masalah. Namun, tidak jarang perasaan justru membanjiri logika itu, menenggelamkannya dalam lautan emosi yang tak terukur. Inilah saat ketika apa yang kita ketahui menjadi tidak berdaya melawan apa yang kita rasakan.

Kita tahu apa yang seharusnya benar. Kita paham langkah yang logis untuk diambil, pilihan yang bijak untuk dipilih. Namun, hati sering kali bergerak dengan caranya sendiri, mengikuti jalur yang tidak dipandu oleh pemahaman atau logika. Ada saat di mana keputusan yang tepat secara intelektual terasa begitu salah di dalam hati. Ini adalah pertarungan antara pikiran yang mencari kepastian dan perasaan yang justru menolak segala kepastian itu.

Fenomena ini sering terjadi dalam hubungan, karier, dan keputusan hidup lainnya. Kita tahu, misalnya, bahwa melepaskan sesuatu yang tidak sehat bagi kita adalah keputusan terbaik. Tetapi rasa keterikatan, kasih sayang, atau bahkan ketakutan sering kali menahan kita. Meskipun logika kita berteriak untuk melangkah pergi, perasaan kita tetap menginginkan untuk tinggal.

Begitu juga dalam situasi lainnya—kita mungkin tahu bahwa mengambil risiko besar dalam karier atau kehidupan bisa memberikan hasil yang lebih baik di masa depan. Namun, rasa takut, ketidakpastian, dan kekhawatiran tentang masa depan bisa membuat kita menahan diri, membiarkan emosi memimpin keputusan kita, bukan logika.

Mengapa ini terjadi? Salah satunya karena emosi dan logika berasal dari bagian otak yang berbeda. Logika beroperasi dari bagian rasional, sementara emosi berasal dari bagian yang lebih primitif, bagian otak yang telah ada sejak masa awal evolusi manusia. Ketika emosi bergejolak, ia dapat menguasai pikiran yang paling rasional sekalipun, membuat kita merasa lumpuh meskipun kita “tahu lebih baik.”

Namun, konflik ini tidak harus dilihat sebagai kelemahan. Ada kekuatan yang luar biasa dalam perasaan, sesuatu yang tidak dapat diukur hanya dengan pemahaman rasional. Emosi memberikan warna dan kedalaman pada pengalaman kita, membantu kita melihat dunia dari sudut pandang yang lebih kaya. Meskipun logika menawarkan stabilitas, perasaan memberikan makna.

Pada akhirnya, meskipun apa yang kita ketahui terkadang tak berdaya melawan apa yang kita rasakan, keduanya memainkan peran penting dalam kehidupan kita. Mungkin, yang kita butuhkan bukanlah untuk sepenuhnya memihak salah satunya, melainkan menemukan harmoni antara keduanya—membiarkan logika memandu kita, tetapi tidak mengabaikan suara hati yang memberikan arah bagi jiwa.