JALURINFO.COM, BULUKUMBA,- Hasil pemantauan Panitia Khusus DPRD Kabupaten Bulukumba terkait LKPJ Kepala Daerah Tahun Anggaran 2023, khususnya program Rumpon dan Keramba Rumput Laut mendapat sorotan sejumlah pihak.
Pansus DPRD Bulukumba telah merekomendasikan:
Pengadaan Rumpon yang telah dibagikan pada kelompok, tahun anggaran 2021-2023 sebanyak 275. Hal ini merupakan tindak lanjut RPJMD ditargetkan pengadaan 1.000 rumpon yang berarti baru mencapai 27,5%.
Berdasarkan hasil pemantauan Pansus ditemukan bahwa dari 275 rumpon yang telah dibagikan kepada kelompok belum semuanya dapat difungsikan berdasarkan hasil wawancara dari penerima manfaat disebabkan karena tidak sesuai dengan kondisi wilayah, kebutuhan pemasangan rumpon seperti tali tidak sesuai dengan kedalaman laut terutama yang dibagikan pada tahun 2021 banyak tersimpan di atas daratan, penempatan rumpon tidak jelas. Sehubungan dengan fakta tersebut direkomendasikan untuk ditinjau kembali program ini berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 26/PERMEN-KP/2014 dan Nomor : 24/PERMEN-KP/2016 dan dilakukan pemeriksaan khusus.
Berdasarkan rekomendasi tersebut, Pemerintah Kabupaten Bulukumba telah menjawab secara tertulis. Namun karena hasil Pansus ini telah menjadi konsumsi publik maka Pemerintah Kabupaten Bulukumba melalui Kabid Humas Diskominfo Andi Ayatullah Ahmad memberikan penjelasan ulang terkait program Rumpon dan Keramba Rumput Laut ini.
Berikut penjelasannya:
Terhadap target capaian sementara masih sekitar 27,5% dari target 1.000 rumpon dikarenakan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran
Namun demikian, di tahun 2024 kembali dianggarkan bantuan rumpon sebanyak 325 unit sehingga total keseluruhan bantuan rumpon sudah mencapa 618 unit atau 61,8 persen.
Jumlah rumpon yang telah dibagikan ke masyarakat selama tahun 2021, 2022, 2023 sebanyak 293 unit yang terdiri dari 275 APBD Bulukumba dan 18 unit dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan.
Pencantuman rumpon dari Provinsi Sulawesi Selatan karena pencapaian RPJMD tidak harus dibiayai oleh APBD Kabupaten saja tapi bisa juga dari sumber anggaran lain sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan hasil pemantauan rumpon yang dibagikan hampir semua telah dimanfaatkan, namun ada 2 (dua) kelompok yang belum menurunkan dengan alasan “kondisi cuaca belum bersahabat dan menunggu cuaca stabil” yaitu Kelompok Alal Jaya dan Erelebu Bersinar di Bontotiro.
Sementara penerima bantuan lain yang berjumlah 58 kelompok sudah menurunkan semua rumpon yang diberikan. Kedua kelompok tersebut juga sudah diberikan teguran lisan dan teguran tertulis agar segera memanfaatkan rumpon bantuan yang diberikan mengingat alasan kondisi cuaca tidak menjadi halangan bagi kelompok lain.
Program 1.000 rumpon memiliki tujuan berbeda dengan pengadaan rumpon sebelumnya, dimana pengadaan rumpon sebelumnya murni mengikuti permintaan nelayan utamanya dalam hal volume panjang tali.
Namun ternyata metode ini hanya berdampak ekonomi pada kelompok penerima saja sementara nelayan yang belum menerima bantuan tidak mendapatkan manfaat apa-apa.
Hal ini karena rumpon yang memilik tali yang panjang dipastikan akan ditempatkan jauh dari perairan Bulukumba yaitu di luar perairan Selayar dan perairan Sulawesi Tenggara, akibatnya ikan-ikan semakin menjauh dari Bulukumba karena rumpon yang berfungsi sebagai atraktor/penarik ikan ditempatkan jauh dari perairan Bulukumba.
Untuk itu program 1.000 rumpon dijadikan sebagai solusi dengan menyediakan rumpon dangkal, panjang tali yang diberikan hanya 3 roll (sekitar 450 m) dan tahun 2024 bahkan dipangkas lagi menjadi 2 roll, pembatasan tali ini dimaksudkan untuk membatasi titik penempatan rumpon yang hanya bisa dilakukan di perairan sekitar daratan Bulukumba.
Sebelum pendistribusian bantuan rumpon, nelayan penerima selalu dikumpul untuk diberikan sosialisasi bahwa rumpon yang diberikan ini peruntukannya bukan untuk rumpon dalam.
Dan pada saat sosialisasi, Dinas Perikanan selalu menyampaikan untuk menolak bantuan jika tidak sesuai kebutuhan, namun semua nelayan calon penerima selalu menerima dan menandatangani pernyataan siap memanfaatkan bantuan.
Sehingga Dinas Perikanan mengambil keseimpulan bahwa mereka siap dengan rumpon dangkal untuk mensukseskan tujuan program 1.000 rumpon
Untuk mengantasipasi aturan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan : 24/PERMENKP/2016 yang saat ini sudah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 tahun 2023 tentang penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di zona penangkapan ikan terukur dan wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia di perairan. Dimana ada pengaturan jarak antar rumpon, maka Dinas Perikanan menyusun konsep rumpon menjadi 3 yaitu Rumpon Permukaan, Rumpon Layang (Pohon Laut), dan Rumpon Dasar.
Ketiga konsep ini untuk mengatansipasi jarak antar rumpon yang kemungkinan akan menganggu aktivitas lain di permukaan laut seperti alur pelayaran, budidaya dan lain sebagainya.
Untuk memastikan bahwa rumpon ini betul-betul bermanfaat bagi masyarakat maka pada tanggal 1 – 20 Mei 2024 Dinas Perikanan melaksanakan survey dampak ekonomi terhadap 40 kelompok nelayan dari 58 kelompok nelayan penerima rumpon atau 68,97% dari total populasi survey.
Hasilnya adalah bantuan rumpon ini secara rata-rata meningkatkan produksi nelayan sebesar 40,24% dimana tangkapan rata-rata nelayan sebelum menerima bantuan adalah sebesar 2,6 ton/trip dan sesudah menerima bantuan naik menjadi 3,7 ton/trip.
Nilai tangkapan juga meningkat dari nilai 44 juta rupiah naik menjadi sekitar 63 juta rupiah.
Adapun hasil pemantauan yang dilakukan oleh pihak DPRD juga benar dimana didapatkan beberapa nelayan yang mengaku tidak maksimal memanfaatkan rumpon karena tidak sesuai dengan habbit/kebiasaan mereka selama ini.
Dimana menurut kebiasaan mereka panjang tali rumpon itu sekitar 33 rol tali mandar (3.000 M). Namun dengan tali panjang seperti ini dipastikan bahwa rumpon tidak akan ditempatkan di perairan dekat daratan Bulukumba sehingga tujuan program 1.000 rumpon untuk mendekatkan ikan tidak akan tercapai.
Pemantauan seperti ini tentu sifatnya spot-spot atau hanya bersifat kasuistik dan tidak dapat dijadikan tolok ukur menarik kesimpulan.
Sementara itu pemantauan yg dilakukan oleh Dinas Perikanan dilakukan dengan pendekatan metode survey sehingga berfungsi untuk mendapatkan potret utuh dari keseluruhan penerima rumpon.
Sementara itu terkait program keramba, DPRD Bulukumba menemukan bahwa tidak satupun keramba yang dimanfaatkan oleh Petani Rumput Laut atau dengan kata lain program ini gagal total.
Untuk itu direkomendasikan program ini tidak perlu dilanjutkan karena tidak mempunyai asas manfaat dan harus dilakukan pemeriksaan khusus karena terdapat kerugian daerah/ negara.
Terkait rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa pengadaan Keramba rumput laut merupakan salah satu inovasi yang bertujuan untuk peningkatan produksi Rumput Laut melalui perbaikan kualitas bibit rumput laut.
Sejak tahun 2021 sampai dengan 2023 telah disalurkan bantuan Keramba Rumput Laut sebanyak 209 unit untuk 21 Kelompok Penerima Manfaat yang tersebar di 5 kecamatan.
Kelompok Penerima telah memanfaatkan Keramba Rumput Laut yang diterima untuk pembudidayaan bibit rumput laut.
Karena faktor musim barat keramba Rumput Laut yang telah terpasang ditarik kembali ke darat untuk pengamanan Keramba Rumput Laut dari terjangan ombak.
Kondisi Keramba Rumput Laut setelah diamankan didarat tidak lagi dilakukan perawatan oleh pembudidaya bahkan sebagian pembudidaya tidak menurunkan kembali Keramba Rumput Lautnya.
Terkait dengan produksi Rumput Laut hampir keseluruhan Budidaya Rumput Laut pada tahun 2022 mengalami penurunan diakibatkan faktor cuaca ekstrim, baik yang menggunakan metode Longline maupun dengan Metode Keramba Rumput Laut.
Selain faktor alam, faktor kebiasaan Pembudidaya Rumput Laut yang biasa menggunakan system longline/Bentangan tidak memerlukan perawatan yang optimal, sedangkan bila menggunakan Keramba Rumput Laut harus melakukan perawatan secara continue.
Untuk pemanfaatan Keramba Rumput Laut selanjutnya akan melakukan kajian ulang terhadap efektifitas dan efisiensi pembudidayaan rumput laut dengan menggunakan sistem keramba dan tidak bisa langsung dikatakan atau disimpulkan jika program keramba ini merugikan keuangan negara karena jelas penerimanya.(*)