JALURINFO.COM, – (Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” Surah Al-A’raf (7:12)

Ayat tersebut adalah bagian dari kisah penciptaan Adam dan penolakan Iblis untuk bersujud kepada Adam, yang disebutkan dalam beberapa tempat di Al-Qur’an, termasuk dalam Surah Al-A’raf (7:12). Dari ayat ini, terdapat beberapa hikmah utama yang bisa diambil:

  1. Kesombongan adalah akar dari pembangkangan
    Iblis menolak bersujud karena merasa lebih unggul daripada Adam, dengan alasan bahwa ia diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Kesombongan inilah yang menghalangi Iblis dari ketaatan kepada perintah Allah. Hal ini mengajarkan kita bahwa kesombongan, terutama jika didasarkan pada sifat fisik atau material, adalah awal dari kejatuhan moral dan spiritual. Allah memerintahkan sikap tunduk dan taat, bukan kesombongan.
  2. Ketaatan tanpa syarat kepada perintah Allah
    Iblis mempertanyakan perintah Allah dengan menggunakan logika materi, yakni perbedaan bahan penciptaan. Ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Allah seharusnya tidak bersyarat dan tidak diukur dengan standar materi atau logika manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah harus dijalankan, terlepas dari apakah hal itu sesuai dengan pemahaman manusia atau tidak.
  3. Kehancuran akibat merasa lebih unggul
    Merasa lebih baik atau lebih unggul, dalam kasus ini karena asal penciptaan, membuat Iblis terjatuh dari posisi mulianya sebagai makhluk yang taat. Pelajaran ini mengingatkan kita untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain dengan cara yang membuat kita meremehkan atau menganggap rendah orang lain. Sikap seperti ini bisa membawa kita pada kejatuhan.
  4. Sumber keutamaan bukanlah materi
    Iblis menganggap keutamaan didasarkan pada asal penciptaan—api yang lebih “halus” dibandingkan tanah yang “kasar.” Namun, Allah menunjukkan bahwa nilai seseorang tidak diukur dari asal-usul materi atau fisiknya, tetapi dari ketaatan dan ketakwaan kepada-Nya. Ini menegaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah bukanlah mereka yang berasal dari bahan yang lebih baik, tetapi mereka yang paling bertakwa.
  5. Perbedaan sebagai ujian keimanan
    Allah menciptakan makhluk dengan berbagai perbedaan, baik dalam bentuk fisik, potensi, maupun peran di dunia. Respons terhadap perbedaan ini menjadi ujian bagi keimanan dan ketaatan kita. Iblis gagal dalam ujian ini karena tidak mampu menerima bahwa Adam, meskipun diciptakan dari tanah, mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
  6. Jangan biarkan ego menghalangi hubungan dengan Allah
    Iblis membiarkan egonya menghalangi hubungan dan ketaatannya kepada Allah. Ini menjadi peringatan agar manusia tidak membiarkan ego, kesombongan, dan rasa lebih baik menghancurkan hubungan spiritual kita dengan Sang Pencipta.

Hikmah-hikmah ini mengajarkan kita untuk rendah hati, taat kepada perintah Allah tanpa membandingkan diri kita dengan orang lain, dan tidak meremehkan orang lain hanya berdasarkan perbedaan lahiriah atau material.