JALURINFO.COM, LEBANON,- Militer Israel menyerang markas utama Hizbullah di selatan Beirut, Lebanon, dengan serangan bom. Aksi itu memantik eskalasi besar peseteruan Israel-Lebanon.
Seperti dilansir Bloomberg, Juru Bicara Israel Daniel Hagari dalam sebuah video menyampaikan pasukan pertahanan Israel melancarkan “serangan tepat sasaran” terhadap pusat komando kelompok militan yang didukung Iran di ibu kota Lebanon pada Jumat (27/9/2024).
Menurutnya, pusat komando itu berlokasi di bawah bangunan residensial. Setelah serangan bom tersebut, gumpalan asap tebal berwarna hitam dan oranye membumbung di kawasan padat penduduk di Haret Hreik. Lokasi tersebut disinyalir Israel sebagai pusat kantor dan markas Hizbullah.
Rekaman TV memperlihatkan petugas penyelamat memegang senter mencari di antara puing-puing yang menurut media lokal merupakan sisa beberapa bangunan. Banyak komandan dan pimpinan Hizbullah telah menjadi sasaran serangan Israel di pinggiran selatan Beirut di masa lalu.
Serangan itu terjadi setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk terus maju dalam perang melawan Hizbullah yang didukung Iran. Pernyataan itu menimbulkan keraguan baru mengenai prospek upaya untuk menghentikan pertempuran yang dipimpin AS.
Mengutip akun media sosial X @visegrad24, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah berpotensi terbunuh akibat serangan udara Israel tersebut.
Menurut pejabat Lebanon, Israel telah membombardir Lebanon dengan serangan udara intensif sejak Senin, menewaskan lebih dari 700 orang, termasuk sedikitnya 50 anak-anak. Puluhan ribu orang telah melarikan diri dari pemboman di wilayah selatan dan timur laut negara itu.
Dalam pidato di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Netanyahu menegaskan Israel akan terus melemahkan Hizbullah sampai semua tujuan mereka tercapai.
“Selama Hizbullah memilih jalan perang, Israel tidak punya pilihan lain dan Israel punya hak penuh untuk menyingkirkan ancaman ini,” kata Netanyahu.
Salah satu tujuan utama Israel adalah memulangkan penduduk komunitas di wilayah utara negara tersebut, yang telah mengungsi akibat hampir 12 bulan serangan roket lintas batas antara kedua belah pihak.
Dorongan diplomatik yang dipimpin AS untuk jeda pertempuran selama 3 minggu dipandang sebagai upaya terakhir oleh sekutu utama Israel untuk mencegah konflik skala penuh. Israel mengatakan bahwa mereka sedang mempersiapkan diri untuk melakukan invasi darat potensial, yang berisiko menyeret Washington serta sponsor Hizbullah, Iran. (Sumber: Bisnis.com)