JALURINFO.COM, MOSKOW – Senin, 26 Mei 2025. Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam proyek pertahanan rudal global Amerika Serikat yang dikenal sebagai “Golden Dome” atau “Kubah Emas”, dengan menyebutnya sebagai ancaman nyata terhadap stabilitas strategis global dan pemicu perlombaan senjata di luar angkasa.
Menurut pernyataan resmi Kemenlu Rusia, program ini dianggap tidak hanya sebagai sistem pertahanan, tetapi juga sebagai langkah publik kedua Washington menuju penempatan senjata ofensif di orbit, yang secara langsung merusak arsitektur pencegahan strategis yang selama ini menopang keseimbangan kekuatan nuklir dunia.
Golden Dome, meski masih dalam tahap pengembangan, digambarkan sebagai jaringan berlapis untuk deteksi dan intersepsi rudal, termasuk dengan elemen-elemen luar angkasa. Namun secara teknis, beberapa elemen dari program ini sudah mulai dijalankan oleh AS.
Di antaranya adalah:
▪️ Sensor orbital canggih – AS telah menempatkan satelit inframerah seperti SBIRS (Space-Based Infrared System), dan dalam waktu dekat akan menggantinya dengan sistem OPIR Generasi Berikutnya, yang memiliki sensitivitas lebih tinggi untuk mendeteksi peluncuran rudal hipersonik atau berprofil kebisingan rendah pada tahap awal peluncuran.
▪️ Rencana penempatan pencegat di orbit – Ada upaya menciptakan pencegat kinetik yang ditempatkan di orbit geostasioner atau orbit sangat elips, dengan kemampuan menyerang rudal balistik sebelum hulu ledak terpisah dari badan rudal. Namun hingga kini, solusi teknis final belum diumumkan ke publik.
Langkah paling signifikan dalam arah ini adalah penggunaan pesawat luar angkasa tak berawak X-37B, yang telah menjalani misi orbit selama lebih dari 500 hari. Walau detail misinya masih dirahasiakan, diketahui bahwa pesawat ini mengangkut berbagai modul uji, sensor eksperimental, dan kemungkinan besar elemen intersepsi.
Rusia menegaskan bahwa AS berkewajiban untuk tidak menempatkan senjata di luar angkasa, sesuai dengan kesepakatan internasional. Namun, pengembangan aktif sistem seperti Golden Dome dikhawatirkan akan memicu respons balasan dan menghapus batas-batas antara pertahanan dan agresi di wilayah yang sebelumnya dianggap netral: luar angkasa.
Pakar militer menyebut situasi ini sebagai awal dari babak baru perlombaan senjata global, kali ini menjangkau ruang angkasa — dengan konsekuensi geopolitik yang luas.