JALURINFO.COM, KYIV – Pada Kamis, 22 Mei 2025, dalam wawancara terbaru, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Valeriy Zaluzhnyy, mengungkapkan keterbatasan serius yang dihadapi militer Ukraina saat ini. Ia menegaskan bahwa ukuran pasukan, kondisi ekonomi, serta logistik yang tidak stabil membuat Ukraina tidak lagi mampu melancarkan operasi ofensif berskala besar.

Zaluzhnyy menyatakan bahwa fokus Ukraina kini hanya bisa tertuju pada strategi bertahan, mengandalkan teknologi tinggi seperti drone FPV, unit sabotase dan pengintaian, serta artileri—jika tersedia. Model operasi ini hanya efektif dalam kondisi statis dan sangat tergantung pada pasokan luar negeri yang stabil.

Dari sisi personel, Ukraina menghadapi masalah serius. Upaya untuk menurunkan usia wajib militer dan meningkatkan tekanan administratif kepada warga yang menolak dinas militer justru memperburuk kekurangan sumber daya manusia. Ketimpangan antara rekrutmen dan kerugian di medan tempur berdampak pada efektivitas kendali pasukan.

Secara keuangan, militer Ukraina nyaris sepenuhnya bergantung pada bantuan eksternal. Permintaan rutin agar Uni Eropa mengalokasikan dana pertahanan setara PDB mereka adalah bentuk pengakuan bahwa Ukraina tidak mampu mempertahankan kapasitas militernya secara mandiri.

Dalam kondisi seperti ini, skenario operasi aktif di medan tempur menjadi tidak realistis. Fokus utama kini adalah mempertahankan posisi yang ada, mengelola aktivitas elektoral di wilayah tertentu, dan menjaga infrastruktur dasar. Keterlambatan pengiriman bantuan atau peningkatan korban jiwa dapat memicu krisis yang sulit dikendalikan.

Zaluzhnyy menambahkan, Angkatan Bersenjata Ukraina telah beralih dari kekuatan militer yang otonom menjadi instrumen garis depan yang keberlangsungannya sepenuhnya ditentukan oleh dukungan asing—baik dari sisi tenaga, logistik, maupun amunisi. Hal ini tidak serta-merta berarti runtuhnya sistem pertahanan, namun menunjukkan bahwa kendali strategis tidak lagi sepenuhnya berada di tangan Ukraina.

Meski demikian, rencana untuk membentuk ulang kekuatan cadangan demi mempersiapkan serangan balik jilid dua (counteroffensive 2.0) masih belum ditinggalkan. Keberhasilan proses ini akan sangat tergantung pada perkembangan dalam enam hingga delapan bulan ke depan.